Saturday 9 July 2016

Psikologi Faal : Persepsi Olfaktori (Indra Penciuman)

Isian pembahasan Psikologi Faal dengan materi Persepsi Olfaktori ini adalah : Persepsi Olfaktori, Struktur Hidung (kelainan atau penyakit pada hidung, kerusakan otak dan dan indra-indra kimiawi), Bagian Hidung dan Fungsinya, Mekanisme Olfaktori, Sistem Olfaktori, Gangguan fungsi Penciuman.
Langsung ke pembahasan Psikologi Faal : Persepsi Olfaktori (Indra Penciuman)

A.    Persepsi Olfaktori
Indera penciuman  manusia adalah hidung. Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar dengan mudah hanya dengan mencium aroma makanan tersebut.
Penciuman adalah respons sistem olfaktori terhadap bahan-bahan kimia yang ada di udara, yang ditarik dengan menghirup napas melalui reseptor-reseptor dalam saluran-saluran nasal.
Olfaction (penciuman) dan gustation (pencecapan) disebut indra kimiawi karena fungsi keduanya  adalah untuk memantau kandungan kimia lingkungan. Olfaction (penciuman) dan gustation (pencecapan) sling berkaitan, sebagai contoh adalah ketika manusia makan, penciuman dan pencecapan bekerja secara serempak. Molekul-molekul makanan membangkitkan reseptor-reseptor penciuman dan pencecapan dana menghasilkan sebuah kesan sensori terintegrasi yang disebut flavor (rasa).
Saat baru lahir, indera penciuman lebih kuat dari manusia dewasakarena dengan indera ini bayi dapat mengenali ibunya. Indera penciuman manusia dapat mendetekesi 2000-4000 bau yang berbeda.
Indera penciuman merupakan alat visera (alat dalam rongga badan) yang erat hubungannya dengan gas troin testinalis. Reseptor penciuman merupakan kemoreseptor yang dirangsang oleh molekul larutan di dalam mukus. Reseptor penciuman juga merupakan reseptor jauh (telereseptor). Olfaktori adalah organ pendeteksi bau yang berasal dari makanan.
            Daerah sensitif indera pembau terletak di bagian atas rongga hidung. Struktur indera pembau terdiri dari sel penyokong yang berupa sel epitel dan sel pembau yang berupa neuron sebagai reseptor.
            Sel pembau memiliki tonjolan ujung dendrit berupa rambut yang terletak pada selaput lendir hidung. Yang lainnya berupa tonjolan akson membentuk berkas yang disebut saraf otak I (nervus olfaktorius/ saraf olfaktori). Saraf ini akan menembus tulang tapis, masuk ke dalam otak, kemudian bersinaps dengan neuron traktus olfaktorius pada bulbus olfaktori.
Pada manusia, peran adaptif utama indra kimiawi adalah pengenalan rasa. Akan tetapi, di banyak spesies lainnya, indra kimiawi juga berperan signifikan dalam meregulasi interaksi social. Para anggota banyak spesies melepaskan pheromones (feromon) bahan kimia yang mempengaruhi fisiologi dan perilaku conspecifics (anggota lain dari spesies yang sama). Contohnya adalah yang dig dikemukakan oleh murphy dan Schneider (1970) mengenai hamster jantan yang normal akan menyerang dan membunuh jantan-jantan asing yang ditempatkan dalam koloninya, sementara mereka mengawini dan menghamili betina-betina asing yang reseptif secara seksual. Akan tetapi, hamster jantan yang tidak mempu mencium penyusup tidak terlibat perilaku agresif  maupun seksual. Murphy dan Schneider mengonfirmasikan basis olfaktori perilaku agresif dan seksual hamster melalui jalan yang sangat berliku-liku. Mereka mengolesi seekor penyusup jantan dengan sekresi vaginal dari seekor betina yang reseptif secara seksual sebelum menempatkan si penyusup ke dalam koloni asing; dengan demikian mereka mengubah si penyusup dari objek pembunuhan menjadi objek pemuasan nafsu.
Contoh lain yang terjadi pada manusia adalah bahwa manusia melepaskan feromon seksual karena potensi finansial dan rekreasional. Banyak temuan sugestif mengenai itu sebagai contohnya yaitu:
1.      Sensitivitas olfaktori perempuan paling tinggi ketika mereka  sedang berovulasi atau hamil
2.      Siklus-siklus menstrual perempuan-perempuan yang tinggal bersama cenderung tersinkronisasi
3.      Manusia khususnya perempuan dapat menyebutkan jenis kelamin seseorang dari bau napas atau bau ketiaknya
4.      Manusia dapat menilai tahap siklus seseorang perempuan berdasarkan bau vaginalnya.
Akan tetapi, masih ada bukti langsung bahwa bau manusia dapat berfungsi sebagai atraktan seks.

B.     Struktur Hidung

Indera pembau dan indera pengecap merupaka suatu sistem kemoreseptor yang sangat peka. Indera pembau dibangun oleh jaringan epitel olfaktori dan sel-sel reseptor olfaktori. Sel olfaktori  merupakan sel-sel saraf yang terdapat didalam lapisan mukus atau lendir jaringan epitel rongga hidung bagian atas. Reseptor olfaktori memiliki rambut-rambut olfaktori yang terbenam pada lapisan mukus. Rambut-rambut olfaktori merupakan penonjolan dari dendrit, sedangkan ujung yang lainnya merupakan akson membentuk sinapsis dengan sel saraf lain di dalam bulbus olfaktori (otak). Pada rambut-rambut olfaktori terdapat protein reseptor bau.
struktur hidungsumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5bloGVpLxiPDQhaB1yx-EzNo1VfvMmEtXhhwB8edFw9usHtAcDlISeiqgBTyEQjuRgyVKdsi3mHChvPPQqiVkjDEzcr7XuFILGPGfoWtFQho9oN8wfvjyqZXRhAui-Ai56E5zYd7wgls/s1600/Hidung1.jpg

Bau bahan kimia yang terhirup bersama udara (berupa gas) tidak langsung naik ke bulbus olfaktori, melainkan berdifusi di dalam lapisan mulkus dan berikatan dengan reseptor pada dendrit. Selanjutnya sel-sel reseptor olfaktori teransang dan menimbulkan impuls-impuls saraf yang kemudian dikirim oleh saraf olfaktori ke pusat penciuman (otak). Di otak informasi bau diolah atau diterjemahkan sehingga menimbulkan sensasi bau.
 Otak dapat mengingat aroma tertentu karena tabung olfaktori berhubungan langsung dengan pusat emosi dan memori di otak. Misalnya, saat mencium bau parfum tertentu kita akan ingat pada seseorang yang pernah memakai parfum tersebut.

 
a. Kelainan Atau Penyakit Pada Hidung
 Kelainan pada indera pembau anosmia adalah  hilangnya atau berkurangnya kemampuan untuk membau. Hipersomnia adalah pembau yang berkelebihan tetapi kelainan ini jarang terjadi. Disosmia adalah berubahnya pembau yang menyebabkan penderita merasa membau bau yang tidak enak.
b. Kerusakan otak dan indra-indra kimiawi
Anosmia adalah Ketidakmampuan untuk mencium. Penyebab neurologis paling lazim adalah pukulan di kepala yang menyebabkan displacement otak dalam tenkorak dan memotong saraf-saraf olfaktori yang berjalan melalui cribiform plate (pelat sribriform).
C.    Bagian-bagian Hidung dan Fungsinya
Hidung dibagi menjadi dua bagian rongga yang sama besar yang disebut dengan nostril. Dinding pemisah disebut septum, yang terbuat dari tulang yang sangat tipis. Rongga hidung dilapisi denganrambut dan membran yang mensekresi lendir lengket.
Rongga hidung (nasal cavity) berfungsi untuk mengalirkan udara dari luar ke tenggorokan menju paru-paru. Rongga hidung ini dihubungkan dengan bagian belakang tenggorokan. Rongga hidung dipisahkan oleh langit-langit mulut kita yang disebut dengan polate.
            Mucous membran berfungsi menghangatkan udara dan melembabkannya. Bagian ini membuat lendir/ ingus yang berguna untuk menangkap debu, bakteri, dan partikel lainnya yang membahayakan paru-paru. Reseptor olfaktorius terletak di bagian khusus mukosa hidung dan berpigmen kekuning-kuningan. Tiap reseptor olfaktorius merupakan satu neuron. Membran mukosa olfaktorius merupakan tempat di dalam badan dengan susunan saraf terdekat ke dunia luar. Neuron mempunyai dendrit pendek dan tebal dengan ujung yang membesar dinamakan batang olfaktorius. Dari batang ini, silia diproyeksikan ke permukaan mukus. Silia merupakan prosesus yang tidak bermielin. Membran mukosa olfaktorius selalu ditutupi oleh mukus yang dihasilkan oleh glandula bowman yang beradadi bawah lamina basalis.
            Zat yang memiliki sifat bau berupa uap atau gas mencapai reseptor bau. Zat ini dapat larut dalam lendir pada selaput lendir hidung sehingga terjadi pengikatan zat dengan protein membran pada dendrit. Kemudian timbul implus yang dijalarkan dari saraf olfaktori ke olfaktorius, lalu menuju otak untuk:
1. Diinterpretasikan di korteks otak pada daerah pembau primer
2. Dihubungkan dengan pusat lainnya (misal, dengan pusat muntah)
3. Disimpan di korteks otak sebagai memori
           
Target implus yang disampaikan di otak adalah:
1. Membedakan bau pada korteks olfaktori primer dan area asosiasi olfaktori
2. Sistem limbik dimana implus (sinyal olfaktori) mengaktifkan emosi/ perilaku yang berhubungan dengan bau
3. Pusat hipotalamik, pengatur makanan, reseptor otonom, dan kontrol hormon terutama hormon reproduksi
4. Formasi retikular

bagian hidung




D.    Mekanisme Olfaktori
Sensasi bau diterima oleh berjuta reseptor neuron olfaktori di dalam mukosa hidung.Mukosa olfaktori  juga terdiri atas sel pendukung dan kelenjar Bowman, yang mensekresi mantel mulkus. Mucus penting, sebab hanya bau yang larut dalam mukosa yang dapat merangsang neuron olfaktori. Dendrit neuron olfaktori berakhir dalam sillia khusus, tempat bau yang ditransduksi. Molekul bau diikat oleh protein reseptor dalam sillia, menyebabkan depolarisasi neuron olfaktori. Neuron olfaktori mempunyai masa hidup singkat (1-2 bulan), kemudian mengalmai degenerasi, ia terbentuk kembali dari sel basal mengalami proses pembelahan dan diferensiasi.

E.     Sistem Olfaktori
Reseptor-reseptor olfaktori berlokasi dibagian atas hidung, melekat pada lapisan jaringan tertutup lendir yang sering disebut dengan olfactory mucosa (mukosa olfaktori). Dendrit-dendrit mereka berlokasi di saluran-saluran nasal dan akson-aksonnya melalui sebuah bagian porus di tulang tengkorak (cribriform plate) dan memasuki olfactory bulbs (bulbus olfaktori), yang bersinapsis pada neuron-neuron yang berproyeksi melalui traktus alfaktori ke otak.
Setiap traktus olfaktori berproyeksi ke beberapa struktur lobus temporal medial, termasuk amigdala dan korteks piriform (sebuah daerah korteks temporal media yang berdekatan dengan amigdala. System olfaktori adalah satu-satunya system yang jalur sensori utamanya mencapai korteks serebral tanpa harus terlebih dulu melalui thalamus.
Dua jalur olfaktori utama meninggalkan daerah piriform-amigdala. Yang satu berporyeksi secara menyebar ke system limbic, yang lain berproyeksi melalui nuclei dorsal medial thalamus ke korteks orbitofrontal (daerah korteks di permukaan inferior lobus frontal, disebelah orbits (lekuk mata)). Proyeksi limbilk memediasi resposn emosional terhadap bau. Proyeksi orbifrontal talamik memediasi persepsi yang disadari terhadap bau. Di bawah ini adalah gambar  mengenai sistem olfaktori.

Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhAe8gqeLmUxq6OoXdSGNL5PVtnwOh5kg5D25lgo2N4wTgHrF4jQC5NmoENtuieY0ZhZvsVacEmEk3oJ7PstRmoo0S_XARU0P19vO0c1rMQo9-43akAGXOxB3iyGD76q9jQhVqyHFF9LB6W/h120/11.jpg


F.     Gangguan Fungsi Penciuman atau Pembauan
Rasa penciuman dapat menguat atau meningkat pada keadaan lapar, dan melemah atau menurun pada keadaan pilek, usia lanjut, dan perokok. Kemampuan untuk menghidu (penciuman/pembauan) yang normal disebut normosmia.
Gangguan fungsi penciuman dapat disebabkan oleh gangguan saraf olfaktorius maupun penyakit hidung lokal. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan hilangnya penciuman (anosmia), atau berkurangnya penciuman (hiposmia). Seseorang yang menderita anosmia kadang-kadang tidak menyadari bahwa penciumannya terganggu, mereka mengelauh bahwa mereka tidak dapat lagi menikmati lezatnya (enaknya) makanan. Rasa “lezat” merupakan kombinasidari fungsi penciuman dan pengecapan.
Selain gangguan di atas, terdapat beberapa gangguanlain yang berhubungan dengan fungsi penciuman, yaitu:
·   Parosmia : tidak dapat mengenali bau-bauan, salah-hidu.
·   Kakosmia : mempersepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada.
·   Halusinasi penciuman : biasanya berbentuk bau yang  tidak sedap, dapat dijumpai pada serangan epilepsi yang berasal dari girus unsinat pada lobus temporal.


DAFTAR PUSTAKA



No comments:

Post a Comment